Langit di luar sana terlihat mendung dan murung. Aku bertanya, mengapa dia bersikap seperti itu. Tidak tahukah dia bahwa hatiku sedang gemetar? Tidak tahukah dia bahwa aku sedang menanti-nantikan? Kutengokkan kepalaku ke luar jendela. Ya. Dia masih murung jua. Aku bingung tak karuan. Jemari kakiku mulai membeku. Jantungku berdebar semakin kencang. Bibirku tertutup tak tahu harus berucap apa. Jam di dinding terus berdetak. Semakin cepat. Semakin cepat.
BERHENTI! kataku memohon dengan sangat. Tidak. Dia tidak mau berhenti. Dia menertawakanku. Dia terus berjalan. Suaranya memekakkan telingaku. Tik tok..tik tok.. tik tok... Aku bertambah muram dan marah. Mengapa kamu melakukan hal itu padaku? Mengapa kamu begitu tega mendukakan aku. Dia tersenyum dan mencibir, kemudian membalasku. Ini untuk dirimu. Ini untuk pertumbuhanmu. Dan ini, agar kamu tidak lari lagi.
Surabaya, 14 Desember 2008
Di tengah penantian menunggu sidang skripsi sambil menatap jam yang tidak berhenti berdetak.
BERHENTI! kataku memohon dengan sangat. Tidak. Dia tidak mau berhenti. Dia menertawakanku. Dia terus berjalan. Suaranya memekakkan telingaku. Tik tok..tik tok.. tik tok... Aku bertambah muram dan marah. Mengapa kamu melakukan hal itu padaku? Mengapa kamu begitu tega mendukakan aku. Dia tersenyum dan mencibir, kemudian membalasku. Ini untuk dirimu. Ini untuk pertumbuhanmu. Dan ini, agar kamu tidak lari lagi.
Surabaya, 14 Desember 2008
Di tengah penantian menunggu sidang skripsi sambil menatap jam yang tidak berhenti berdetak.
2 comments:
koment pertamax disini :p
wakakakakkkakkakakaka... bro toni nih..awkak numwero uno..wakakak
Post a Comment